Usai Munarman, giliran Rizieq Syihab dilaporkan ke Polda Bali
Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) M Rizieq Syihab dilaporkan sejumlah pihak ke Polda Bali, dalam kasus dugaan ujaran kebencian. Pelapor membawa CD berisi video sebagai barang bukti. Ketua Tim Advokasi Merah Putih Teddy Raharjo menilai ucapan Rizieq dianggap meresahkan warga.
"Ucapan ini sangat meresahkan dan orang Bali merasa terancam dan terlukai dengan ucapan itu, sehingga mengambil jalan melaporkan kasus tersebut di Polda," kata Teddy di Polda Bali, Kamis (8/6).
Ketua Patriot Garuda Nusantara Pariyadi alias Gus Adi juga ikut melaporkan Rizieq ke Polda Bali. Dia datang sebagai perwakilan tokoh Muslim dan lintas agama di Bali.
Teddy menuturkan setelah mempelajari rekaman video yang beredar di YouTube, menurutnya terlapor bisa dituntut dengan pasal 156 A KUHP tentang ujaran kebencian. Rizieq dianggap melakukan provokasi yang bisa menyebabkan terjadinya konflik dan kebencian yang mendalam khususnya di Bali.
Dalam laporan, tim pengacara menyerahkan bukti pendukung berupa rekaman video YouTube selama 25 menit bentuk CD yang di-copy dari YouTube, dan hasil transkrip rekaman tersebut.
Dia menjelaskan, bahwa video itu diunggah tanggal 17 Agustus 2014 itu bertajuk Sikap Imam Besar FPI Terhadap ISIS. Rekaman itu baru diketahui tanggal 21 Mei 2017 oleh salah satu anggota Patriot Garuda Nusantara. Melihat rekaman tersebut, mereka akhirnya memutuskan melaporkan Rizieq.
"Ini sangat meresahkan, dan menebar kebencian terhadap orang Bali. Kami memilih untuk melaporkan kasus tersebut ke Polda Bali untuk diproses sesuai hukum yang berlaku," tutup Teddy.
"Ucapan ini sangat meresahkan dan orang Bali merasa terancam dan terlukai dengan ucapan itu, sehingga mengambil jalan melaporkan kasus tersebut di Polda," kata Teddy di Polda Bali, Kamis (8/6).
Ketua Patriot Garuda Nusantara Pariyadi alias Gus Adi juga ikut melaporkan Rizieq ke Polda Bali. Dia datang sebagai perwakilan tokoh Muslim dan lintas agama di Bali.
Teddy menuturkan setelah mempelajari rekaman video yang beredar di YouTube, menurutnya terlapor bisa dituntut dengan pasal 156 A KUHP tentang ujaran kebencian. Rizieq dianggap melakukan provokasi yang bisa menyebabkan terjadinya konflik dan kebencian yang mendalam khususnya di Bali.
Dalam laporan, tim pengacara menyerahkan bukti pendukung berupa rekaman video YouTube selama 25 menit bentuk CD yang di-copy dari YouTube, dan hasil transkrip rekaman tersebut.
Dia menjelaskan, bahwa video itu diunggah tanggal 17 Agustus 2014 itu bertajuk Sikap Imam Besar FPI Terhadap ISIS. Rekaman itu baru diketahui tanggal 21 Mei 2017 oleh salah satu anggota Patriot Garuda Nusantara. Melihat rekaman tersebut, mereka akhirnya memutuskan melaporkan Rizieq.
"Ini sangat meresahkan, dan menebar kebencian terhadap orang Bali. Kami memilih untuk melaporkan kasus tersebut ke Polda Bali untuk diproses sesuai hukum yang berlaku," tutup Teddy.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan dari pihak Rizieq mengenai perkara yang ditudingkan.
Sebelumnya, tokoh FPI Munarman juga pernah dilaporkan sejumlah tokoh dan masyarakat Bali ke Polda dalam kasus dugaan fitnah kepada pecalang. Munarman akhirnya ditetapkan tersangka setelah menjalani rangkaian pemeriksaan. Dia Sempat mengajukan praperadilan, namun akhirnya dicabut.
Kasus ini bermula saat FPI dipimpin Munarman mendatangi kantor Kompas tahun lalu, terkait dengan pemberitaan soal warung makan di Serang buka di bulan Ramadan, yang dinilai menyudutkan Islam.
Dalam pertemuan, Munarman menyinggung dengan mengatakan pecalang telah melarang Muslim salat Jumat, dan petugas keamanan melempari rumah warga beragama Islam. Pertemuan itu terekam dalam video yang sudah tersebar berdurasi 1 jam 24 menit.
Dalam pemeriksaan hari Selasa (14/2), Direktur Reserse Kriminal Polda Bali Kombes Pol Kenedy menjelaskan Munarman mengakui rekaman dalam video adalah dirinya dan suaranya.
"Ya dia juga mengakui itu rekaman memang suaranya dan dirinya. Tetapi tersangka sama sekali tidak pernah meng-upload apalagi menyebarkan rekaman video tersebut," ungkapnya.
Munarman saat itu juga berdalih tak tahu jika ucapannya menjadi ramai di media sosial.
Pertengahan bulan Mei, Polda Bali mengaku belum bisa melanjutkan kasus ini lantaran tersangka utamanya masih berstatus buron.
Kabid Humas Polda Bali, AKBP Hengky Widjaja saat itu mengatakan masyarakat sudah mempertanyakan kelanjutan proses penyidikan. Kasus ini masih jalan di tempat karena tersangka utama bernama Hasan Ahmad belum tertangkap dan kini masuk DPO.
Polda Bali mengklaim kasus ini tetap menjadi prioritas. Dia mengatakan, Munarman bukan tersangka utama atas kasus ini. Hasan Ahmad, pengunggah video tersebut ditetapkan sebagai tersangka utama dengan dikenakan pelanggaran UU ITE.
Hasan diketahui berdomisili di Malang, Jawa Timur. Dia diduga bersembunyi dari kejaran polisi. "HA dan Munarman kasusnya belum bisa dilanjutkan karena tersangka utama, HA itu belum ditangkap. Kami sudah keluarkan DPO dan kami minta bantuan Polres Malang," kata AKBP Hengky Widjaja, Senin (15/5).
Dia menuturkan, Munarman tidak bisa diproses hukum sebelum tersangka utama diproses. "Kami menggunakan UU ITE, jadi tidak bisa Munarman (diproses) dulu, harus yang mengunggah dulu yang diproses. HA sampai sekarang masih kita cari, di rumahnya tidak ada yang bersangkutan. Jadi tidak benar kita SP3," ujar Hengky.
Dia menegaskan tidak ada perlakuan istimewa untuk kasus Munarman. "Tidak ada yang diperlakukan istimewa di kasus ini, di mata hukum semua sama," imbuh Hengky.
Sebelumnya, tokoh FPI Munarman juga pernah dilaporkan sejumlah tokoh dan masyarakat Bali ke Polda dalam kasus dugaan fitnah kepada pecalang. Munarman akhirnya ditetapkan tersangka setelah menjalani rangkaian pemeriksaan. Dia Sempat mengajukan praperadilan, namun akhirnya dicabut.
Kasus ini bermula saat FPI dipimpin Munarman mendatangi kantor Kompas tahun lalu, terkait dengan pemberitaan soal warung makan di Serang buka di bulan Ramadan, yang dinilai menyudutkan Islam.
Dalam pertemuan, Munarman menyinggung dengan mengatakan pecalang telah melarang Muslim salat Jumat, dan petugas keamanan melempari rumah warga beragama Islam. Pertemuan itu terekam dalam video yang sudah tersebar berdurasi 1 jam 24 menit.
Dalam pemeriksaan hari Selasa (14/2), Direktur Reserse Kriminal Polda Bali Kombes Pol Kenedy menjelaskan Munarman mengakui rekaman dalam video adalah dirinya dan suaranya.
"Ya dia juga mengakui itu rekaman memang suaranya dan dirinya. Tetapi tersangka sama sekali tidak pernah meng-upload apalagi menyebarkan rekaman video tersebut," ungkapnya.
Munarman saat itu juga berdalih tak tahu jika ucapannya menjadi ramai di media sosial.
Pertengahan bulan Mei, Polda Bali mengaku belum bisa melanjutkan kasus ini lantaran tersangka utamanya masih berstatus buron.
Kabid Humas Polda Bali, AKBP Hengky Widjaja saat itu mengatakan masyarakat sudah mempertanyakan kelanjutan proses penyidikan. Kasus ini masih jalan di tempat karena tersangka utama bernama Hasan Ahmad belum tertangkap dan kini masuk DPO.
Polda Bali mengklaim kasus ini tetap menjadi prioritas. Dia mengatakan, Munarman bukan tersangka utama atas kasus ini. Hasan Ahmad, pengunggah video tersebut ditetapkan sebagai tersangka utama dengan dikenakan pelanggaran UU ITE.
Hasan diketahui berdomisili di Malang, Jawa Timur. Dia diduga bersembunyi dari kejaran polisi. "HA dan Munarman kasusnya belum bisa dilanjutkan karena tersangka utama, HA itu belum ditangkap. Kami sudah keluarkan DPO dan kami minta bantuan Polres Malang," kata AKBP Hengky Widjaja, Senin (15/5).
Dia menuturkan, Munarman tidak bisa diproses hukum sebelum tersangka utama diproses. "Kami menggunakan UU ITE, jadi tidak bisa Munarman (diproses) dulu, harus yang mengunggah dulu yang diproses. HA sampai sekarang masih kita cari, di rumahnya tidak ada yang bersangkutan. Jadi tidak benar kita SP3," ujar Hengky.
Dia menegaskan tidak ada perlakuan istimewa untuk kasus Munarman. "Tidak ada yang diperlakukan istimewa di kasus ini, di mata hukum semua sama," imbuh Hengky.
Loading...